Mendidik dengan Cinta (2)

Kamis, 20 Agustus 2015 0 komentar

Seorang siswa Sekolah Dasar di negara Chad, ketika ditanya tentang guru yang bagaimana yang mereka inginkan, ia menyatakan :
“Guru yang baik akan memperlakukan siswanya seperti anaknya sendiri. Dia akan menjawab semua pertanyaan meskipun pertanyaan bodoh (Fatmoumata [11 tahun] dari Chad).
Seorang sastrawan kondang dari Madura, D. Zawawi Imron, menyatakan bahwa :
“Guru yang baik ialah yang menganggap semua muridnya sebagai anak-anaknya sendiri, yang setiap hari akan mendapat curahan kasih sayangnya. Guru yang baik ialah yang memberikan masa depan cemerlang dengan membekali anak didiknya dengan visi yang tajam dan ilmu yang menjanjikan. Guru yang demikian adalah guru yang berjasa meskipun tanpa diberi tanda jasa. Guru yang demikian substansinya adalah pahlawan”.
Lebih dari itu, cinta kasih guru kepada semua siswanya tanpa pilih kasih haruslah dilandasi dengan kejujuran.
Bapak pendiri Amerika Serikat menyatakan “Honesty is the first chapter in the book of wisdom. Kejujuran adalah bab pertama dalam buku kebijaksanaan (Thomas Jefferson).

Mengapa Harus Sayang ?
Berbuat sayang kepada anak (anak didik), sama sekali bukan berarti harus menuruti semua permintaan anak. Orangtua terlebih dahulu memahami pendapat dan keinginan anak yang sering konyol serta tidak masuk akal, kemudian dengan penuh kasih sayang mengarahkannya untuk mengerti batas antara boleh dan tidak.
Perkataan kasar dan pemberian hukuman adalah hal yang tidak diingini semua anak (bahkan orang dewasa), walaupun menurut orangtua semua itu demi kebaikan anaknya semata. Yang dirasakan anak hanyalah bahwa kemarahan itu menjadi bukti ketidaksenangan orangtua kepadanya. Maka, satu kunci yang paling ampuh dalam mendidik anak adalah dengan berlaku lemah lembut penuh cinta kasih walaupun dalam keadaan marah sekalipun.
Menurut Ery Soekresno, Psi, cinta (kasih sayang) memberikan rasa aman dan nyaman sehingga anak-anak akan mengembangkan rasa percaya diri pada lingkungannya. Cinta terbukti dapat mencerdaskan anak. Anak yang dicintai orang tuanya akan lebih cerdas dibanding mereka yang hidup dalam lingkungan kurang kasih sayang. “Pada akhirnya dia anak menjadi anak yang penuh percaya diri,” ujar Ery.
Psikolog ini melanjutkan bahwa anak yang dididik dengan penuh cinta tidak akan menjadi keras, liar dan kejam atau memiliki perilaku bermasalah bahkan sampai menjadi korban narkoba. “Cinta juga memberi kesempatan pada anak untuk memperbaiki kesalahannya,” ujar psikolog dari Sumayyah Training & Consultant ini.

Bersikap Empati
Dengan marah atau membentak, memang dapat segera menyelesaikan sesuatu masalah namun pragmatis sifatnya. Dengan marah, Arie segera bangun dan mandi. Namun, kemarahan dapat menyisakan rasa antipati pada diri anak, apalagi hujatan dan kecaman. Hujatan dan kecaman tidak akan membawa perubahan berarti pada diri anak, namun anti pati dan ketidakpercayaan.Untuk itu, alangkah indahnya jika orangtua maupun guru dapat bersikap empati terhadap anak.               
Sikap empati, mau menghayati perasaan anak, hendaknya diberikan orang tua maupun guru dalam mendidik anak. Perasaan merupakan indikasi seseorang butuh atau tidak butuh sesuatu. Kalau anak terlihat sedih, artinya dia membutuhkan kedekatan, kehangatan. Kalau perasaannya bahagia, berarti kebutuhannya sudah terpenuhi. Kalau tampak bingung, mungkin pilihan di hadapannya tidak ada yang sesuai. “Jadi yang menjadi acuan dalam pendidikan atau pengasuhan yang baik adalah perasaan si anak, bukan tuntutan lingkungan,” demikian ucap psikolog Dra. Pamugari Widyastuti.

Jangan Cinta Bersyarat
Menurut psikolog Dra. Pamugari Widyastuti , cinta bersyarat adalah sikap orang tua yang baru memberikan kasih sayangnya kalau si anak menjadi anak baik, berprestasi, atau memberi kebanggaan pada keluarga, dan sebagainya. Jika anaknya baik, orangtua akan berkata: “ini baru anak mama”,  atau kata-kata lain yang menunjukkan rasa cinta dan sayang. Namun, kalau tidak, orang tua hanya akan memberikan kasih sayangnya yang sudah “didiskon“; bisa-bisa si anak malah kena “likuidasi” alias tak disayangi lagi. “Hal itu memang tidak terungkap secara eksplisit dari orang tua”.
Suatu hal yang kurang adil dalam mendidik anak adalah ketika anak dalam kondisi benar, anak jarang diberi pujian (afirmasi), namun ketika anak dalam kondisi salah, anak habis-habisan di cerca dan di marah seolah-olah anak tak pernah berbuat benar.

Harga Ciuman Seorang Ibu
Bernie Siegel, baru-baru ini melakukan penelitian tentang ‘khasiat ciuman’ seorang ibu bagi anak-anaknya maupun seorang istri bagi suaminya. Ciuman sang ibu merupakan wujud cinta dan kasih  sayang yang tulus dari seorang ibu. Hasilnya cukup menakjubkan.
Seorang anak yang diberangkatkan ke sekolah oleh sang ibu dengan kecupan sayang ternyata memberi dampak yang luar biasa dalam prestasi sekolahnya, meredam kemarahan anak untuk tidak berkelahi di sekolah.
Suami yang pergi ke kantor bekerja dengan ciuman sang istri lebih memiliki kemungkinan kecil untuk mengalami kecelakaan di perjalanan dibanding mereka yang berangkat kerja tanpa kecupan mesra sang istri. Kualitas dan antusias bekerjapun mengalami perbedaan yang cukup signifikan.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SDIT Nur Rohman | Bismillahcom|
Copyright © 2013. Blog Fifi - All Rights Reserved
Template Created by maskolis Modify by bismillah.Com
Administrator Sign